Sabtu, 15 September 2018

Masjid Jamik Pangkalpinang Belitung menjadi salah satu masjid terbesar dan tertua di Propinsi Bangka Belitung. Lokasi masjid di pusat Kota Pangkalpinang, berada diantara Jalan Kampung Dalam, di bagian timur, dan Jalan Kenangan, di bagian barat. Sisi selatan masjid merupakan kediaman ulama setempat, sisi utara masjid adalah Sungai Rangkui. Karena letaknya yang sangat strategis, biasanya menjadi tempat singgah para musafir dan pekerja kantoran yang melaksanakan sholat Dhuhur.


Masjid Jamik Pangkalpinang Belitung

Dibangun pada tanggal 3 Syawal 1355 H atau bertepatan dengan 18 Desember 1936 H yang dibuktikan dari tulisan yang masih dapat dilihat pada meja putih terbuat dari marmer, yang letaknya bergeser ke barat pada pekarangan depan masjid sekarang. Luas Majid Jamik ± 900 m² dan dibangun di atas lahan seluas 5.662 m². Salah satu keunikan masjid ini adalah antara tangga depan (berbentuk setengah lingkaran) dengan atapnya dihiasi oleh tiang penyangga (ukuran kecil) berjumlah 5 tiang, bisa diartikan sebagai Rukun Islam dan antara tembok depan dengan atapnya dihiasi oleh tiang penyangga kecil sebanyak 6 buah (3 sebelah kanan dan 3 sebelah kiri), dapat diartikan sebagai Rukun Iman. Memiliki empat tiang utama sesuai jumlah Khalifaturrasyidin, lima pintu masuk 3 di depan dan 1 di samping kiri dan 1 di kanan serta terdiri atas 3 undakan atau tingkatan dengan satu kubah dan satu menara.

Saat ini bangunan masjid terdiri dari tiga lantai. Lantai pertama digunakan sebagai tempat sholat. Ruang utamanya mampu menampung 2000 jama’ah. Lantai kedua digunakan untuk penyimpanan kitab-kitab, buku-buku ajaran Islam, tikar dan alat perlengkapan masjid lainnya. Lantai ketiga digunakan untuk mengumandangkan adzan.

Data itu tertulis di atas meja yang terbuat dari batu marmer putih yang terletak di depan masjid. Bentuk awalnya tidak seperti sekarang ini. Keadaan masjid saat itu masih menggunakan dinding papan, berlantai semen dan beratap genteng. Letaknya juga sudah berubah, diperkirakan awalnya berada di antara tempat wudhlu dan menara masjid yang sekarang.  Dahulu, di sekelilingnya adalah rawa-rawa, sungai dan pepohonan rumbia.

Rencana perombakan pertama Masjid Jamik Pangkalpinang  adalah hasil musyawarah para tokoh agama, tokoh masyarakat, pengusaha  dan pejabat pemerintah pada hari Minggu 12 November 1950 menjelang maghrib. Dari hasil musyawarah ini terbentuklah paniti pembangunan masjid dengan ketua KH. Mas’ud Nur, yang saat itu sebagai penghulu Pangkalpinang. Selain itu, nama-nama dari kepanitiaan adalah  H. Abdullah Addary, H. M Ali Mustofa, H. Mochtar Jasin, H. Masdar, H Hasim, H. Idris. H Goni, Fattahullah dan yang lainnya.

Biaya yang dianggarkan untuk pembangunan Masjid Jamik sebesar Rp1,2 juta. Untuk menutupi kekurangan dana, kepanitian mengedarkan amplop yang bergambar Masjid Jamik dan diedarkan ke kampung-kampung. Namun, sebelum memberikan amplop, panitia memberikan ceramah agama dan mengutarakan maksud kepada masyarakat kampung, tujuan melakukan pengumpulan dana itu.

Kampung-kampung yang dituju untuk pengumpulan dana dibedakan menjadi Bangka Barat yang di dalamnya ada Kampung Kemuja, Petaling, Air Duren, sampai ke Muntok. Bangka Selatan yang di antaranya Koba, Nibung, Payung, Permis dan Bangka Utara seperti Baturusa, Sungailiat, hingga Belinyu. Bahkan Wakil Presiden Mohammad Hatta sempat menyumbang sebesar Rp. 1.000 untuk pembangunan masjid ini.
Masjid Jamik Pangkalpinang Belitung
Sebelum melakukan pembangunan, dilakukan penimbunan kolong di dekat Sungai Rangkui yang dalamnya sekitar 10 meter dengan panjang sekitar 37 meter. Untuk menimbun kolong ini dilakukan dengan gotong royong dengan melibatkan unsur sipil dan militer.

Menurut catatan dari buku Risalah Pembangunan Mesjid Jami’ disebutkan PT Timah yang saat itu bernama perusahaan TTB, setiap minggu mengerahkan mobilnya untuk mengangkut pasir dan batu-batu. Bahkan ibu-ibu, di lokasi kolong Tambang 6 turut mencari batu-batu kerikil untuk menimbun rawa-rawa. Akhirnya, rawa-rawa sedalam 10 meter itu dapat ditimbun.

Selesai penimbunan dilakukanlah pembangunan  masjid dengan panjang dan lebar 30 x 30 meter dengan tinggi menara sekitar 18 meter. Namun, karena kekurangan dana, pembangunan masjid terpaksa dihentikan sementara. Susunan kepanitiaan pun berubah sebab ada yang mengundurkan diri. Namun, ketua panitia masih dipegang oleh H. Mas’ud Nur. Anggaran dana semula Rp1,2 juta berubah menjadi Rp 1,5 juta. Jumlah ini bertambah karena harus disesuaikan dengan harga bahan dan upah pekerja.

Membuat Kubah Masjid dipercayakan kepada Firma Khu Khian Lan Pangkalpinang, pengerjaan pintu, kusen dan pengecatan oleh Biro Aksi. Sementara untuk menara yang awalnya 18 meter diubah menjadi 23 meter.

Akhirnya pada tanggal 3 Juni 1961 sekitar pukul 09.00 WIB oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kabupaten Bangka, Masjid Jamik Pangkalpinang diresmikan.

Ruang utama di dalam Masjid Jamik Pangkalpinang.
Bagian dalam kubah Masjid Jamik Pangkalpinang. Lampu kristalnya tampak lebih cantik dari sudut pandang yang lain. Seorang arsitek yang baik akan meluangkan waktu banyak untuk merancang bagian dalam kubah, yang merupakan jantung utama sebuah masjid, selain mihrab.

Bagian dalam kubah Masjid Jamik Pangkalpinang yang lain.
Masjid Jamik Pangkalpinang Belitung
Ketua panitia, KH. Mas’ud Nur beberapa bulan setelah peresmian masjid, yang tepatnya tanggal 10 November 1961, pada hari Jumat menjelang Subuh yang saat itu bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan 10 November berpulang ke Rahmatullah dengan tenang pada usia 51 tahun.

Masjid dengan arsitektur unik dengan empat tiang penyanggah yang terdapat di dalam masjid semakin menambah keindahan masjid. Dengan halaman yang cukup luas, pada musim haji, biasanya masjid ini digunakan pejabat untuk melepas para jamaah haji. Keindahan masjid ini semakin lengkap dengan ditempatkannya satu bedug terbesar yang ada di Pangkalpinang. Bedug ini merupakan sumbangan Mantan Kapolda Babel, Brigjen Polisi Erwin TPL Tobing yang saat masih berpangkat Komisaris Besar Polisi.